Tuesday, February 22, 2005

Lessons Of Love!

Minggu, 20 Februari 2005 aku bergereja seperti biasa di GII Dago. Minggu kali ini berbeda dengan sebelumnya. Minggu lalu aku tidak gereja karena aku berobat ke Rumah Sakit Boromeus, jadi ada rasa yang berbeda. Selain itu aku yang seharusnya membaca firman Tuhan setiap hari melalui saat teduh, dalam bulan Februari ini aku sama sekali tidak ada melakukan saat teduh. Doa juga aku lakukan ketika aku mau makan dan karena sempat sakit dari tanggal 6 sampai 16 dalam doaku aku paling memohon untuk memberkati obat yang aku makan sehingga menjadi kesembuhan bagiku. Ya, seharusnya hari Minggu kemarin waktu di gereja aku mengucap syukur karena penyakitku tidaklah sampai penyakit parah dan Tuhan sudah menyembuhkanku dari sakitku. Tapi hal itu baru aku ingat sewaktu Mamak meneleponku seperti biasanya di atas jam 23.00.

Judulnya aku buat Lessons of Love karena hal itu aku dapat dari khotbah Ibu Ev. Paula Ch Cohen. Firman Tuhan yang menjadi dasar khotbah pagi itu seharusnya diambil dari 1 Yohanes 4:7-21. Tapi Ibu Cohen dalam khotbahnya membatasinya hanya sampai ayat 12. Berikut isi Firman Tuhan dari 1 Yohanes 4:7-12:

7Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. 8Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. 9Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. 10Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. 11Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. 12Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.*


Beberapa hal yang aku catat di kertas warta jemaat bagian belakang yang memang dibuat untuk tempat catatan khotbah:



mengasihi sesama yang terpenting bukan sesamanya, tetapi kasihnya

Aku kurang ingat apa penjelasan dari kalimat yang diucapkan oleh Bu Cohen itu. Tapi mungkin yang dimaksudkan oleh Bu Cohen dalam kalimatnya itu adalah ketika kita mengasihi sesama kita yang kita lihat bukanlah siapa yang kita kasihi, tetapi yang kita lihat adalah kasih yang kita berikan. Apakah kasih yang kita berikan merupakan kasih yang dari Allah. Yang buat aku mengambil kesimpulan seperti itu karena dibawah tulisan yang kutulis di atas ada tulisan lain isinya kasih itu dari ALLAH.


Hukum Kasih: bagi bukan semakin sedikit atau habis
tapi akan semakin bertambah


mungkin yang bisa aku tangkap dari kalimat yang aku catat ini adalah semakin kita membagi-bagi kasih yang ada pada kita atau semakin kita mengasihi lebih banyak orang, kita bukannya menjadi kekurangan atau kehabisan kasih, tetapi kita akan mendapat kasih yang lebih banyak atau mungkin dikasihi oleh lebih banyak orang. Karena kasih itu bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari satu hari saja atau hanya melalui sekali saja mendengar khotbah mengenai kasih, maka Ibu Cohen menyarankan agar kita belajar mengenai kasih setiap hari, belajar mengasihi setiap hari. Itulah sebabnya aku membuat judul tulisan ini Lessons of Love. Mengasihi adalah pelajaran setiap hari dalam hidup kita, seumur hidup kita.

Dalam khotbah, Bu Cohen juga sempat bercerita tentang mempraktekkan kasih dalam kehidupannya, kurang lebih demikian:

"Mungkin memang mengatakan lebih mudah dari melakukan. Kalau hanya mengatakan saja dari mimbar tentunya mudah saja. Tapi saya juga pernah bergumul dalam hal mengasihi. Ayah saya meninggal sewaktu saya masih kecil. Bahkan wajah beliau saja saya tidak pernah melihatnya. Lalu Ibu saya meninggalkan saya ketika saya berumur tiga tahun. Dia tidak mau mengurus saya. Dan akhirnya saya masuk ke seminari(?). Dan di sanalah saya bergumul mengenai mengasihi. Bagaimana mungkin saya bisa mengasihi Ibu saya yang sejak saya berumur tiga tahun meninggalkan saya. Lalu saya sangat gentar ketika saya membaca Firman Tuhan di 1 Yohanes 3:15:Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. (Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.)...." Lalu dia bercerita kalau akhirnya dia menemui Ibunya dan mengasihinya walaupun mungkin Ibunya tidak layak lagi untuk dikasihi oleh anaknya yang dia tinggalkan.


*Syarat kelayakan?!

Hal inilah yang menjadi pertimbangan Ibu Cohen untuk mengasihi Ibunya atau tidak. Seperti yang dia bilang sebenarnya dia merasa Ibunya tidak layak lagi untuk dikasihi olehnya setelah apa yang diperbuatnya kepada anaknya. Tapi bagaimana kalau TUHAN juga melakukan hal yang sama kepada manusia. Layakkah manusia untuk mendapat kasih TUHAN? Karena benar, bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Manusia menjadi layak karena Allah sendiri mengutus Anak-Nya mati di kayu salib untuk menjadi pendamaian manusia dengan Allah sendiri. Kalau Allah tidak memakai syarat kelayakan kepada manusia ketika mengasihi kita, kenapa kita harus memakai syarat kelayakan kepada sesama kita ketika kita mengasihi sesama kita? Layakkah si X untuk kukasihi?


Question:
-Apakah betul-betul aku ini lahir dari ALLAH?


Pertanyaan ini mungkin dapat aku tanyakan pada diriku sendiri setiap waktu untuk mengingatkanku mengenai khotbah Lessons of Love (judul yang aku buat sendiri).


*: Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974

No comments: